Sabtu, 23 Oktober 2010

Tujuh Jurus Ampuh Mengatasi Asma


                                                Sumber Gambar : http://www.allergyasthmazone.com/ 

SESAK yang sering dikeluhkan pengidap asma memang menjengkelkan. Apalagi jika kekambuhannya lebih dari 1 atau 2 kali dalam seminggu. Asma dapat mengganggu kinerja dan aktivitas seseorang sehingga terasa menjengkelkan bagi penderitanya. Penyakit ini bahkan dikatakan sebagai biang kerok utama atas ketidakhadiran di tempat kerja dan di sekolah. Selain mengganggu aktivitas, asma juga tidak dapat disembuhkan, bahkan dapat menimbulkan kematian. Namun bila penyakit ini dikendalikan, kematian dapat dicegah dan gejalanya pun tidak sering muncul. Untuk mengetahui bagaimana cara mengontrol penyakit asma, penderita perlu mengenal asma terlebih dahulu.

Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Pada penderita yang peka, hal ini akan menyebabkan munculnya serangan batuk, bunyi mengi, banyak dahak, sesak nafas, dan rasa tidak enak di dada terutama pada malam hari atau menjelang pagi. Belum diketahui secara pasti mengapa pada sebagian orang saluran nafasnya meradang dan pada sebagian lain normal. Tetapi kejadian tersebut biasanya ditemukan pada keluarga atopik (keluarga alergi) yang dapat mewariskan sifat alergi ini kepada turunannya.

Kelainan utama penyakit asma adalah peradangan saluran nafas, sehingga pengelolaannya bukan ditujukan untuk menghilangkan sesak nafas semata, tetapi juga berbagai tujuan berikut yaitu, agar penderita dapat melakukan latihan jasmani termasuk lari dan olah raga lain, mempunyai fungsi paru mendekati normal dan gejala asmanya menghilang atau minimal. Tujuan lain adalah agar serangan asma minimal, pemakaian obat untuk serangan sesak berkurang, dan tidak ditemukan efek samping obat.

Dalam panduan GINA (Global Initiative for Asthma) 2002 yang dibuat oleh National Heart, Lung and Blood Institute & World Health Organization (NHBLI/WHO), menyebutkan untuk mewujudkan tujuan tersebut, dokter maupun penderita asma dianjurkan untuk mempelajari, memahami, dan mengerjakan apa yang disebut “tujuh jurus ampuh untuk mengatasi penyakit asma”. Pertama, penyuluhan (edukasi) mengenai penyakit asma pada penderita asma dan keluarganya. Pepatah mengatakan, “tak kenal maka tak sayang”. Ibarat sepasang muda-mudi yang baru pertama berjumpa, tak kan mau menyayangi dan mengorbankan diri, sebelum mengenal lebih jauh pasangannya. Demikian pula dengan penderita asma. Pengenalan tentang seluk beluk asma, bagaimana pengobatan serta pencegahan yang benar, akan membuat penderita dan keluarganya mengerti sehingga termotivasi untuk berusaha kuat mengatasi penyakitnya. Karena itu edukasi menjadi faktor kunci dalam pengobatan asma.

Kedua, mengetahui obat-obat asma, baik kegunaan maupun efek sampingnya. Terdapat dua jenis obat asma yaitu, obat-obat kerja cepat untuk mengatasi dengan segera serangan sesak nafas (reliver), dan obat-obat pencegahan jangka lama, untuk mengatasi peradangan saluran nafas (preventer/controller). Yang termasuk obat reliver adalah obat-obat bronkodilator kerja cepat seperti, salbuterol Albuterol, metaproterenol, terbutaline, dan procaterol. Selain itu, obat golongan anti cholinergik, teofilin kerja cepat, suntikan adrenalin atau epinefrin juga dapat dijadikan pilihan.

Penelitian para ahli belakangan ini menyebutkan bahwa peradangan yang kronik dapat merubah struktur dinding saluran nafas, sehingga menyebabkan remodelling pada dinding saluran nafas. Karena itu, pengobatan pencegahan jangka lama sangat dianjurkan. Obat pencegahan jangka lama yang dapat dipakai adalah kortikosteroid, cromoglycate, nedcromil, agonis B2 kerja lama, teofilin lepas lambat, dan leukotrien. Dari semua jenis obat yang tersedia, pemakaian obat inhalasi lebih diutamakan mengingat efeknya yang cepat, dosis yang kecil dan efek samping yang minimal meskipun diberikan dalam jangka panjang.

Ketiga, mengobati atau mengelola penyakit asma. Pengobatan tidak hanya dilakukan ketika serangan asma sedang berlangsung, tetapi juga saat tidak dalam serangan. Pengelolaan asma saat tidak dalam serangan dilakukan melalui pengobatan pencegahan dan latihan olah raga terpimpin. Penderita asma dengan tipe intermiten (sangat ringan) yang kekambuhannya dalam 1 minggu kurang dari 1 atau 2 kali, tidak memerlukan pengobatan pencegahan. Namun, penderita asma dengan tipe persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat, harus mendapatkan terapi pencegahan secara bertahap disesuaikan dengan klasifikasinya.

Untuk memudahkan penanganan, penderita yang sedang mengalami serangan asma, dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu penderita dengan serangan asma ringan, serangan sedang dan serangan berat. Salah satu tanda untuk melihat pembagian berat ringannya serangan adalah dengan melihat cara berbicara. Bila ketika berbicara penderita masih dapat menyelesaikan kalimat, klasifikasi yang diberikan adalah serangan asma ringan. Saat penderita berbicara dengan suara terputus-putus, maka penderita digolongkan dalam serangan asma sedang. Tetapi jika penderita sudah mengalami kesulitan bicara karena sesak, penderita masuk dalam kelompok serangan asma berat. Penderita yang mengalami serangan ringan dapat diobati sendiri di rumah. Namun penderita yang mendapatkan serangan sedang dan berat harus ditangani di rumah sakit.

Keempat, mempelajari dan memahami faktor-faktor pencetus serangan asma (allergen), dan mengetahui cara mengendalikannya. Faktor-faktor pencetus ini dapat berbeda antara penderita yang satu dengan lainnya. Faktor-faktor yang sering dikatakan sebagai pemicu di antaranya adalah faktor alergen, emosi atau stres, infeksi, zat makanan, zat kimia, faktor fisik seperti perubahan cuaca, kegiatan jasmani, dan obat-obatan. Kerja faktor pencetus ini pun berbeda, ada faktor pencetus yang bisa mengakibatkan penyempitan saluran nafas (bronchospasme), seperti emosi, udara dingin, latihan, dan lain-lain. Ada pula faktor pencetus yang terutama menyebabkan peradangan seperti infeksi saluran pernafasan akut, alergen, zat kimia, dan asap rokok. Sebagian besar serangan asma dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pencetus tersebut. Penderita yang gemar menghindar atau merubah perilaku untuk menjauhi factor pemicu, akan dengan mudah mencapai tujuan pengobatan asma. Sebaliknya, penderita yang “cuek” tak pernah berpantang dengan faktor pemicu akan sulit memperoleh kemajuan dalam pengobatan.

Kelima, membuat rencana emergensi (Action Plan). Action plan terutama diperlukan ketika serangan asma akan kambuh, dan penderita membutuhkan pertolongan secepatnya. Penanganan dengan cepat dan tepat dapat dilakukan bila penderita dan keluarganya membuat rencana emergensi secara tertulis bersama dokter, dan mengetahui kapan penyakit asmanya mulai tidak terkendali. Namun, bila penderita tidak mempunyai action plan, pengelolaan yang diberikan akan memakan waktu lebih lama, bahkan dapat terjadi underdiagnosa atau overdiagnosa sehingga merugikan penderita. Tidak terkendalinya asma mulai tampak manakala penderita dan keluarganya menemukan keadaan-keadaan sebagai berikut : gejala asma semakin bertambah, pemakaian obat bronkodilator kian sering, gejala asmanya tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan bronkodilator, dan bila mempunyai alat Peak flow meter, alat tersebut akan menunjukan penurunan arus puncak ekspirasi (APE) serta kenaikan variability. Sewaktu keadaan-keadaan tersebut muncul, tindakan harus segera diambil agar penyakit kembali terkendali.

Keenam, rehabilitasi dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olah raga atau latihan jasmani terpimpin. Penderita asma sering mengalami sesak sehingga sebagian otot-otot pernafasan kerap digunakan, sementara sebagian otot yang lain tidak. Otot-otot pernafasan yang banyak digunakan akan membesar dan yang jarang digunakan akan melemah. Akibatnya, efisiensi dan koordinasi pernafasan menjadi kurang baik, fungsi paru serta pertahanan paru pun menurun. Selain itu penderita asma juga terkadang mengalami keterbatasan fisik atau membatasi pekerjaan fisik karena takut sesak, sehingga kebugaran jasmaninya berkurang. Dengan melakukan latihan jasmani secara teratur yang terpimpin, otot pernafasan akan kembali berfungsi normal, kenaikan kapasitas vital paru meningkat dan kebugaran jasmani pun menjadi lebih baik.

Ketujuh, memonitor dan mengikuti perkembangan (follow up) penyakit penderita asma secara teratur. Hingga kini penyakit asma belum dapat disembuhkan, dan gejala asmanya sering bervariasi. Karena itu pengobatan harus dilakukan seumur hidup dan dimonitor serta diiikuti perkembangannya terus menerus. Hal ini diperlukan untuk melihat cocok tidaknya obat yang diberikan dalam mengendalikan asma. Dokter akan mengevaluasi apakah obat perlu ditambah, dikurangi atau dihentikan. Bila keadaan dan kebugaran jasmani penderita memang telah membaik, pengobatan dapat dihentikan.

Mengingat keadaan sosial ekonomi di Indonesia yang cukup beragam, para dokter diharapkan dapat mengadaptasi pengelolaan asma sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tetapi yang terpenting prinsip dasar pengobatan harus tetap sama. Penderita dianjurkan agar proaktif dan semangat dalam mengatasi penyakitnya, serta tetap bekerjasama dengan dokter agar tujuan pengobatan asma dapat terwujud. Satu hal yang perlu diingat oleh penderita asma demi tercapainya tujuan tersebut, jangan biarkan asma mengendalikan Anda, tetapi Anda yang harus mengendalikan asma.

(Agnes Tri Harjaningrum, dr.)

Sumber :
http://astaqauliyah.com/2006/01/tujuh-jurus-ampuh-mengatasi-asma/
11 Januari 2006

Asma

Diskripsi
Asma berasal dari bahasa Yunani, "asthma". Artinya “sukar bernapas.” Banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat yang tidak terdiagnosis, yang sudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan pengobatan secara baik. Belum lagi masalah biaya pengobatan, absennya dari sekolah atau kerja, gangguan aktivitas sosial serta pengaruh sakitnya terhadap orang-orang yang berhubungan dengan penderita penyakit asma.

Asma merupakan penyakit keturunan. Jika orangtua anak mengidap asma, kemungkinan anaknya akan mengalami hal serupa. Penyakit ini berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Penyakit ini bisa� menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Disamping itu banyak permasalahan kesehatan lain yang menyertai berupa gangguan organ tubuh lain, gangguan perilaku dan permasalahan kesehatan lainnya.

Penyakit asma memiliki banyak faktor penyebab, yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara lain debu rumah dengan tungkunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.

Gejala
Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas.

Pengobatan
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita penyakit asma bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu sehingga dapat menjalani aktivitas hidup sehari-hari.

Sumber :
http://www.detikhealth.com/read/2009/06/30/084003/1156155/770/asma?l993306770
30 Juni 2009

Kiat Praktis Mengatasi Asma pada Buah Hati Tercinta Anda

Pendahuluan

Artikel ilmiah populer berikut ini akan menjelaskan segala sesuatu tentang asma pada anak yang meliputi:

Definisi

Klasifikasi

Etiologi (Penyebab)

Epidemiologi

Faktor Risiko

Manifestasi Klinis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Banding

Penatalaksanaan

Pencegahan

Selamat membaca dan mengikuti…

Definisi

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:

timbul secara episodik,

cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),

musiman,

setelah aktivitas fisik,

ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Klasifikasi

Pembagian penyakit asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA, 2006) adalah sebagai berikut:

Intermiten

Persisten ringan

Persisten sedang

Persisten berat

Sedangkan Konsensus Pediatri Internasional III (1998) membagi derajat asma menjadi:

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten

Etiologi (Penyebab)

Faktor genetik berperan penting dalam asma. Saat ini ada sekitar 80 gen yang berhubungan dengan asma, salah satunya adalah gen ADAM-33 (a disintegrin and metalloprotease-33), gen yang ditemukan pada tahun 2002. Selain faktor genetik, penyebab asma adalah mukltifaktor.

Epidemiologi

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002).

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.

WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

Faktor Risiko

Berbagai faktor yang dapat memengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya asma, dan kematian akibat asma antara lain:

Jenis kelamin

Prevalensi asma pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan.

Usia

Umumnya gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada tahun-tahun pertama kehidupan.

Riwayat atopi (alergi)

Laporan dari Inggris; anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi 2x lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rinitis alergi, atau eksema. Beberapa laporan juga membuktikan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma.

Lingkungan

Beberapa alergen yang dapat meningkatkan risiko menderita asma pada anak antara lain: serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.

Ras

Prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih (Steyer, dkk., 2003).

Asap rokok

Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok.

Outdoor air polution

Beberapa partikel halus di udara seperti: debu di jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan meningkatkan gejala asma, namun belum didapatkan bukti yang disepakati.

Infeksi saluran pernafasan

Infeksi RSV (respiratory syncytial virus) merupakan faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun. Sedangkan infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi saluran pernafasan bawah dapat memberikan anak proteksi terhadap asma.

Manifestasi Klinis

* Pada serangan asma ringan:

- Anak tampak sesak saat berjalan.

- Pada bayi: menangis keras.

- Posisi anak: bisa berbaring.

- Dapat berbicara dengan kalimat.

- Kesadaran: mungkin irritable.

- Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.

- Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

- Retraksi interkostal dan dangkal.

- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

- Frekuensi nadi: normal.

- Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)

- SaO2 % > 95%.

- PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.

- PaCO2 < 45 mmHg

* Pada serangan asma sedang:

- Anak tampak sesak saat berbicara.

- Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.

- Posisi anak: lebih suka duduk.

- Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.

- Kesadaran: biasanya irritable.

- Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.

- Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.

- Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.

- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

- Frekuensi nadi: cepat (takikardi).

- Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)

- SaO2 % sebesar 91-95%.

- PaO2 > 60 mmHg.

- PaCO2 < 45 mmHg

* Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:

- Anak tampak sesak saat beristirahat.

- Pada bayi: tidak mau minum/makan.

- Posisi anak: duduk bertopang lengan.

- Dapat berbicara dengan kata-kata.

- Kesadaran: biasanya irritable.

- Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.

- Menggunakan otot bantu pernafasan.

- Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.

- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

- Frekuensi nadi: cepat (takikardi).

- Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)

- SaO2 % sebesar < 90 %.

- PaO2 < 60 mmHg.

- PaCO2 > 45 mmHg

* Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:

- Kesadaran: kebingungan.

- Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi sulit atau tidak terdengar.

- Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal.

- Retraksi dangkal/hilang.

- Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).

- Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).

- Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.

Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar:

Usia Frekuensi nafas normal

< 2 bulan < 60 x / menit

2 – 12 bulan < 50 x / menit

1 – 5 tahun < 40 x / menit

6 – 8 tahun < 30 x / menit

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:

Usia Frekuensi nadi normal

2 – 12 bulan < 160 x / menit

1 – 2 tahun < 120 x / menit

3 – 8 tahun < 110 x / menit

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fungsi paru-paru

Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE), pulse oxymetry, spirometri, muscle strength testing, volume paru absolut, kapasitas difusi.

Pada uji fungsi jalan nafas, hal terpenting adalah melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal. Pengukuran dengan manuver ini yang dapat dilakukan pada anak > 6 tahun adalah forced expiratory volume in 1 second (FEV1)dan vital capacity (VC) dengan spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak-flow meter.

Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung diagnosis asma anak, dipakai batasan:

Variabilitas PEF atau FEV1> 15%,

Kenaikan PEF atau FEV1> 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator,

Penurunan PEF atau FEV1> 20% setelah provokasi bronkus.

Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.

Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas

Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan atau olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik sangat menunjang diagnosis asma pada anak.

Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif

Dapat dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum (dahak) dan mengukur kadar NO ekshalasi.

Penilaian status alergi

Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan faktor risiko atau pencetus asma.

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen toraks proyeksi anterior-posterior (AP). Pada AGD dapat dijumpai peningkatan pCO2 dan rendahnya pO2 (hipoksemia).

Diagnosis Banding

Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:

GER

rinosinobronkitis

OSAS

fibrosis kistik

primary cilliary dyskinesis

benda asing

vocal cord dysfunction

Penatalaksanaan

A. Terapi Medikamentosa

Pada serangan asma ringan, diberikan obat pereda (reliever) berupa beta agonis secara inhalasi/oral, atau adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/kg berat badan/kali dengan dosis maksimal 0,3 ml/kali.

Pada serangan asma sedang, diberikan obat seperti di atas ditambah dengan pemberian oksigen, cairan intravena, kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC (one day care) atau ruang rawat sehari.

Pada serangan asma berat, selain obat di atas, dilakukan pemberian aminofilin secara inisial dan rumatan. Kortikosteroid dapat diberikan secara intravena. Steroid oral dengan dosis 1-2 mg/kg berat badan/hari dibagi 3 diberikan selama 3-5 hari. Steroid yang dianjurkan adalah prednison dan prednisolon.

B. Terapi Suportif

Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan. Pada keadaan tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik, atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor pencetus serangan asma.

C. Terapi Bedah

Biasanya tindakan bedah tidak diperlukan, kecuali jika timbul komplikasi berupa pneumotoraks. Pada keadaan pneumotoraks diperlukan pungsi dan bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD (water seal drainage) untuk mengeluarkan udara dari pleura (selaput atau membran pembungkus paru-paru).

Berikut ini sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma, namun sebelum menggunakannya sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau dokter spesialis anak terdekat.

A. Steroid oral

Prednisolon (nama generik)

Nama dagang: medrol, medixon, lameson, urbason.

Sediaan: tablet 4 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

Prednison (nama generik)

Nama dagang: hostacortin, pehacort, dellacorta.

Sediaan: tablet 5 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

Triamsinolon (nama generik)

Nama dagang: kenacort.

Sediaan: tablet 4 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

B. Steroid injeksi (suntikan)

M. Prednisolon suksinat (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

Solu-Medrol, vial 125 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam, IV/IM.

Medixon, vial 500 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam, IV/IM.

Hidrokortison suksinat (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

Solu-Cortef, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.

Silacort, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.

Deksametason (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

Oradexon, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

Kalmetason, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

Fortecortin, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

Corsona, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

Betametason (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

Celestone, ampul 4 mg, 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam, IV/IM.

Pencegahan

Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.

Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.

Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.

Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua.

Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).

Referensi

Ada pada penulis.

Sumber :
Dr Dito Anurogo
http://netsains.com/2009/08/kiat-praktis-mengatasi-asma-pada-buah-hati-tercinta-anda/
21 Agustus 2009

Mengenal Lebih Dekat Penyakit Asma

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena adanya respon yang berlebih terhadap rangsangan tertentu dan menyebabkan peradangan, namun penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.



Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran nafas (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: – kontraksi otot polos – peningkatan pembentukan lendir – perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran nafas.

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi pada tiap penderita. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.

Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna.

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Namun, bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik, yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru ( misalnya albuterol ) hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

Jenis bronkodilator yang umum digunakan adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); dan tersedia dalam berbagai bentuk. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Efek samping mengkonsumsi theophylline adalah penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah, namun Kedua efek tersebut biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar), insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan efek samping seperti : gangguan proses penyembuhan luka, terhambatnya pertumbuhan anak-anak, hilangnya kalsium dari tulang, perdarahan lambung, katarak prematur, peningkatan kadar gula darah, penambahan berat badan, kelainan mental.

Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.

[Ayu]

Sumber :
http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/mengenal-lebih-dekat-penyakit-asma/
11 Februari 2009

Pengidap Asma Dilarang Tertawa

Tertawa yang sehat selama ini dianggap sebagai obat yang manjur untuk penyakit apapun. Namun, saat ini pernyataan itu tak berlaku lagi. Penelitian terbaru menemukan bahwa tertawa bisa menyebabkan serangan asma. Penelitian ini membuat tawa menjadi permasalahan serius bagi 40 persen dari dua juta penduduk Australia yang mengidap asma.

Seperti diwartakan situs The Times of India, Senin (24/8), survei di internet dilakukan terhadap 200 orang penderita asma. Survei ini dilakukan oleh sebuah universitas dan didukung oleh perusahaan farmasi AstraZeneca. Hasil yang ditemukan adalah tertawa dapat mencetus kambuhnya penyakit pernapasan kronis hingga asma.

Kekhawatiran lain yang muncul dan lebih serius mengenai penelitian ini adalah tiga dari empat penderita asma yang diteliti meyakini bahwa penyakitnya sudah cukup bisa dikendalikan. Mereka menganggap pemicu kambuhnya penyakit asma adalah gaya hidup. Untuk itu, mereka berusaha membatasi gaya hidup demi mencegah timbulnya penyakit ini.

Hasil jajak pendapat itu menggambarkan penelitian Universitas New South Wales (NSW) pada 2004 yang diterbitkan di Journal of Asthma dan penelitian Universitas New York pada 2005 yang bertajuk Laughter May Trigger Asthma Attacks.

Hampir dua dari tiga penderita asma yang diamati kehabisan napas ketika melakukan pekerjaan rumah atau berbelanja. Sedangkan setengah dari jumlah itu terserang asma saat melakukan aktivitas favorit mereka. Lebih dari satu dari tiga penderita merasa kelelahan lantaran tidurnya terganggu penyakit ini. Kemudian satu dari lima lagi membatalkan kegiatan sosial mereka, masih disebabkan oleh asma.

Dokter dari Rumah Sakit Concord Repatriation General Hospital (CRGH), Profesor Christine Jenkins mengatakan asma yang dikendalikan dengan baik takkan menghalangi kesenangan dari kegiatan yang dilakukan. "Yang mengkhawatirkan, penemuan ini menunjukkan bahwa disaat banyak yang percaya mereka sudah bisa mengendalikan penyakit asmanya, justru penyakit itu yang sebenarnya mengendalikan mereka beserta gaya hidupnya," ujar Jenkins seperti dikutip Daily Telegraph.(AND)

Sumber :
http://kesehatan.liputan6.com/berita/200908/241758/Pengidap.Asma.Dilarang.Tertawa
24 Agustus 2009

Tips Untuk Penderita Asma

1.
Hindari pemakaian bantal guling yang terbuat dari kapuk.

2.
Konsumsi buah kiwi akan membantu mencegah asma.

3.
Gurah dapat membantu mengatasi masalah asma dan penyakit pernafasan.

4.
Hindari mengkonsumsi kacang-kacangan, gorengan, minuman yang mengandung soda dan cola juga minuman dingin atau es.

5.
Bersihkan secara rutin selimut, karpet, gorden, perabot rumah, laci, lemari agar tidak menjadi sarang tungau yang dapat memicu asma kambuh.

6.
Jangan melakukan aktivitas fisik yang berat dan lakukan pemanasan sebelum berolah raga. Jika perlu minumlah obat sebelum beraktivitas.

7.
Hindari zat-zat yang mengiritasi seperti hairspray, asap rokok, minyak wangi, asap obat nyamuk, bau cat yang tajam, bau bahan kimia. Juga udara dan air dingin.

8.
Hindari makanan yang mempunyai tingkat alerginitas tinggi.Bagi ibu hamil, perbanyak makan apel dan ikan agar bayi
dalam kandungan kebal terhadap penyakit asma.

9.
Konsumsi buah pisang dan apel terbukti dapat mengurangi gejala asma.


Sumber :
http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Asma

Tips Menangani Anak Penderita Asma

SEBENTAR lagi anak-anak Anda akan kembali ke sekolah. Selain mempersiapkan segala perlengkapan sekolahnya, pastikan juga Anda waspada terhadap musim hujan yang berpotensi mendatangkan banyak penyakit, termasuk flu.

Influenza musiman bahkan menimbulkan efek besar bagi anak-anak penderita asma. Menurut National Foundation for Infectious Diseases, flu dikaitkan dengan meningkatnya jumlah kematian anak-anak penderita asma.

Untuk melindungi anak-anak Anda dari virus Influenza, American Lung Association merekomendasikan 8 tips menangani asma saat anak kembali ke sekolah.

1. Jaga kebersihan

Untuk mengurangi risiko anak-anak terjangkit penyakit menular, Anda bisa memulainya dari diri sendiri dulu dan lingkungan di sekitar Anda, dengan cara menjaga kebersihan. "Karena lingkungan yang bersih adalah garis pertama pertahanan yang kuat terhadap serangan segala jenis flu," ungkap Norman H. Edelman, MD, selaku kepala medis American Lung Association. Kebersihan ini termasuk membiasakan diri mencuci tangan, atau menutup mulut saat hendak batuk atau bersin.

2. Jangan sebarkan penyakit

Untuk meminimalkan risiko penyebaran flu, Dr Edelman menyarankan anak-anak untuk istirahat di rumah jika merasa deman atau gejala flu mulai menyerang. Biarkan anak istirahat di rumah setidaknya satu hari sampai tanda-tanda demam berangsur-angsur hilang.

3. Mencari informasi lengkap

Menurut American Lung Association, potensi penyebaran virus H1N1 (Flu babi) masih belum bisa diprediksi. Karenanya orang tua penderita asma disarankan mencari panduan pencegahan virus ini selengkap mungkin. Rekomendasi lengkap, termasuk pedoman vaksinasi H1N1 dapat diperoleh dari situs resmi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) , dengan mengunjungi situs resminya.

4. Rajin berkonsultasi

Penanganan asma dapat dilakukan dengan baik, asal Anda bersedia berkonsultasi secara intens dengan dokter. Ini sangat penting untuk memastikan asma si kecil bisa ditangani dengan baik. Konsultasi secara berkala juga memberikan Anda banyak informasi terkait evaluasi obat-obatan dan pembatasan kegiatan fisik bagi si kecil.

5. Pertimbangkan vaksinasi influenza

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan agar keluarga, pegasuh atau siapapun yang melakukan kontak dengan anak-anak penderita asma harus divaksinasi. Selain untuk melindungi diri sendiri terhadap serangan influenza musiman, vaksinasi ini juga penting untuk melindungi si kecil.

"Vaksinasi terhadap influenza musiman perlu menjadi prioritas utama," ungkap Dr Edelman. "Karena influenza adalah penyakit serius yang berpotensi menmatikan," tambahnya. "Dan orang tua harus mengetahui cara terbaik untuk melindungi anak-anak mereka terhadap influenza musiman dengan memastikan anak-anak mendapatkan vaksinasi setiap tahunnya" pungkas Dr Edelman.

6. Pencegahan dan penanganan asma

Saat si kecil kembali ke sekolah, bekali mereka dengan informasi pribadi tentang gejala, obat, penanganan serta segala aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat asma menyerang. Berikan juga petunjuk khusus apa yang harus dilakukan saat sesak napas tidak semakin membaik dengan inhaler.

7. Konsultasi dengan perawat dan guru si kecil di sekolah

Pastikan teman, guru, pelatih atau perawat di sekolah mengetahui riwayat asma yang diderita anak Anda. Diskusikan juga dengan guru anak-anak Anda tentang pemicu dan gejala khas yang timbul saat asma menyerang, sehingga mereka dapat mengetahui dan menangani secara efektif saat asma si kecil kambuh.

8. Perlakuan khusus bagi si kecil

Bukan bermaksud ingin diperlakukan khusus, namun hal ini penting untuk mengetahui seberapa siap sekolah anak-anak Anda mengijinkan siswanya membawa dan mandiri mengelola obat asma mereka sendiri. Karena faktanya beberapa sekolah mengharuskan siswanya membawa surat rujukan dari dokter.
(maya/sheknows/CN19)

Sumber :
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/wanita/2010/07/07/934/Tips-Menangani-Anak-Penderita-Asma
7 Juli 2010